Tuesday, January 24, 2012

Ikhtiar Dan Pasrah Dalam Perihal Jodoh

Filled under:

Murtakibudz Dzunub - Allah ‘Azza wajalla berfirman (dalam hadits Qudsi): “Apabila Aku menginginkan untuk menggabungkan kebaikan dunia dan akhirat bagi seorang muslim maka Aku jadikan hatinya khusyuk dan lidahnya banyak berzikir. Tubuhnya sabar dalam menghadapi penderitaan dan Aku jodohkan dia dengan seorang isteri mukminah yang menyenangkannya bila ia memandangnya, dapat menjaga kehormatan dirinya, dan memelihara harta suaminya bila suaminya sedang tidak bersamanya. 
(HR. Ath-Thahawi)


Disebutkan juga pada sebuah hadits,

لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ دُعَاءٌ

“Tidak ada yang dapat menolak ketentuan Tuhan kecuali doa”

Usaha kita dalam mencari jodoh perlulah bersandarkan kepada iman dan diiringi dengan doa yang berpanjangan.  Berdoalah banyak-banyak dengan bersungguh-sungguh kerana mengharapkan rahmat daripada Allah agar insan yang kita pilih itu dijodohkan dengan kita.

Merupakan sebuah misteri yang tidak pernah basi untuk dikaji. Kebahagiaan, kesedihan, kesetiaan, penghianatan, keresahan, kegelisahan, hati yang gemetar, kebencian, kerinduan, cinta, nafsu, juga kepasrahan, semua bercampur dalam satu porsi yang elok, entah itu penantian ataupun pencarian dalam perihal jodoh.

Sengaja saya susun sebuah kisah sederhana ini, dengan tidak mendramatisir  dari kenyataan yang ada, bukanlah kisah suci yang akan anda temui dari kisah-kisah ini sepertihalnya kisah para shalafussholih yang memang sangat terjaga kesuciannya dalam urusan jodoh dan asmara.

Tapi setidaknya ada meskti  tidak banyak, ada beberapa pembelajaran yang bisa diambil hikmahnya.

Diceritakan dari seorang sahabat,

Dari sebuah perkenalan yang tidak disengaja dengan seorang gadis, aku tidak pernah menyangka ternyata terajut sebuah kisah yang tidak begitu panjang.

Hampir 1,5 bulan masa-masa ta’aruf  sama sekali aku tidak pernah menyangka, perhatiannya padaku melebihi perhatian seorang sahabat yang belum lama kenal.

Dari latar belakang kami yang berbeda, rupanya itu yang membuat dia (sarah) ingin lebih tahu banyak tentangku.

Aku masih ingat tulisanku dulu yang sempat membuatnya haru (katanya sih..)

Kemuliaan seorang wanita  
Tidak lahir dari paras ayunya
Tidak lahir dari lekuk tubuh indahnya
Tidak lahir dari putih mulus kulitnya
Tidak lahir dari tutur manis rayunya
Tidak lahir dari tatapannya yang menggoda
Tidak lahir dari gemerlap kekayaannya
Demi mendapati lelaki yang benar-benar bisa menjadi pelindungnya nanti
Dari fitnah keji dunia
Juga lalapan siksa api neraka
Tapi kemuliaannya lahir dari kuatnya menjaga harga diri dan kehormatannya

Hampir enam bulan sudah persahabatan terjalin, kalau dilihat dari cara perhatiannya saat itu aku sempat berfikir sepertinya dia menginginkah hubungan yang lebih dari sekedar persahabatan. Tapi sengaja aku mengacuhkan itu dan pura-pura tidak tahu.

Ternyata dugaanku benar, malam itu sekitar pukul 19.17 wib. Handphone jadulku berdering, ternyata panggilan  dari Sarah, dengan tanpa sungkan dia mengungkapkan perasaannya padaku.

“bagaimana cara aku membalasnya” bisikku, karena waktu itu aku belum berfikir membawa hubungan yang lebih jauh. Bukannya aku tidak mempunyai perasaan yang sama pada Sarah,  saat itu aku berfikir

“apakah mungkin hubungan itu kita jalanin…?” karena kami dipisahkan jarak yang amat jauh, juga perbedaan suku. Karena aku hawatir,  suatu saat hanya akan membuat kita saling terluka.

Malam itu dengan memantapkan hati, ku baca sebuah ijazah amalan dzikir dari guru ku dulu dengan niat dan rasa kepasrahan “ wahai Allah, kalau memang dia jodohku mudahkanlah hati kami untuk menjalani buhungan ini, tapi andaikan kita tidak berjodoh dengan RahmatMu, pisahkanlah kami sesuai dengan caraMu yang maha bijak, agar diantara kami tidak saling terdholimi dengan hubungan ini..”

Tujuh hari kemudian,

“apakah tawaran kamu masih berlaku Sarah..?” ujarku setelah mengucapkan salam dan sedikit basa-basi.

“maksudnya apa…?” Sarah masih bingung nampaknya,

Setelah kujelaskan, terdengar dari expresi suaranya menyiratkan kebahagiaan yang teramat sangat.

Hubungan kami berjalan dengan biasa dan sederhana, seperti waktu kami masih berteman dulu. Dia sering menanyakan permasalahan tentang agama, terutama Fiqih dan cara membaca Al-Qur’an  yang sesuai dengan kaidah Tajwid.  Hingga sering menjelang tidur dia minta dibacakan Qur’an meski hanya mendengar suaraku lewat Handphone hingga tanpa sadar ia tertidur.

Hingga suatu saat, aku berbincang dengan Ibu’ guna memberitahukan kalau anaknya ini sedang dekat dengan wanita nan jauh disana, ia pun kaget mungkin dalam benak beliau ia sangat keberatan dengan kedekatanku pada Sarah. Beliau pun menjelaskan alasan tidak menyetujui hubungan kami, setelah ku pikir masuk akal juga sih alasan Ibu’ kalau melihat kondisi keluarga yang cuma pas-pasan  dan aku tidak ingin beban beliau bertambah karena keinginanku.

Disinilah aku dilema harus bagaimana, “pasrah….” Hanya itu yang pertama kali terpikirkan. Setelah ku beri tahu tentang kegelisahanku, tampak sambil tertunduk lesu Sarah hanya diam seribu bahasa.

Setengah bulan berselang, kami melakukan perenungan guna mendapat solusi yang terbaik. Masihku ingat percakan terahir sore itu,

“mungkin Allah tidak mentakdirkan kita berjodoh Sarah….” Suara ku pelan,

“tapi mas….” Sarah tidak jadi meneruskan kata-katanya,

“Sarah… yakin sama takdir ya, kalau kita da jodoh suatu saat nanti Allah pasti akan menyatukan kita lagi..” ucapku sambil memalingkan wajah karena tidak tega melihat airmata yang terus menggenang di kelopak matanya.

Setelah terdiam cukup lama,

“baiklah mas, aku bisa ngerti kok… dan aku gak ingin egois menuntut kamu menuruti keinginanku..” katanya sambil terbata,

“makasih ya, udah membimbing aku selama ini… mungkin kalau aku tidak mengenalmu aku belum bisa menjaga auratku..”

Sambil menunduk aku serasa tidak mampu membalas kata-katanya.

“Sarah, apa yang kau rasai saat ini… aku juga merasakan hal yang sama”.

Juga ada kisah lain dari seorang sahabat,

Sebut saja namanya Asror, dalam pencarian jodohnya ia termasuk sebagai seorang yang gigih dan pantang menyerah. Meski banyak wanita yang memandang sebelah mata, karena kekurang sempurnaan dalam fisiknya. Tapi patut diacungi jempol, karena rasa minder seolah tidak ditemukan dalam kamusnya.

Diumurnya yang hampir 35 tahun ia belum juga mendapati tanda-tanda siapa jodohnya kelak, aku masih ingat perjuangannya. Waktu itu ia memintaku untuk mendekatkan pada seorang gadis, dan menanyakan apakah dia mahu menjadi calon isterinya. Tapi ternyata gadis itu tidak bersedia dengan alasan sudah ada yang punya.

Setelah ku sampaikan pada Asror meskipun sedikit kekecewaan terlihat diraut mukanya,

“ya, sudahlah… gak apa-apa, makasih ya atas bantuannya…”

“sampeyan terlambat kang…  aku yakin ceritanya beda kalau dia masih sendiri, tapi tenang aja masih banyak yang lain heheee…” aku coba menghibur.

Berselang beberapa bulan kemudian Asror datang lagi padaku,

“menurut mu bagaimana dengan gadis diujung desa itu, kira-kira sudah ada yang punya belum..?”

“kayaknya belum kang…” jawabku,

“tapi kalau saran saya jangan yang itu kang, ahlaknya kurang bagus..” Karuan saja Asror langsung kecewa, tapi setelah ku beri penjelasan dia pun menurut.

Ternyata penilaianku benar, selang beberapa hari kemudian gadis itu mendapati sebuah aib yang sangat memalukan buat keluarganya karena salah dalam pergaulan.

Bulan berganti  tahun, Asror masih terus melakukan pengembaraannya.Siang itu dia amat berbunga-bunga datang kepadaku, karena merasa sudah menemukan bakal calon istrinya, tentu saja aku ikut bahagia. Namun setelah sekian lama ia berhubungan lagi-lagi takdir berkata lain, ia dihianati oleh perempuan itu dan ditinggalkannya dalam suasana  hati yang terkantung-kantung tanpa kejelasan.

Hingga ahirnya petunjuk dari Allah datang, lewat seorang temannya Asror dikenalkan pada seorang gadis, setelah keduanya saling kenal nampaknya timbul kecocokan pada mereka. Dan hebatnya lagi gadis itu menerima segala kekurangannya. Setelah melalui proses yang sangat rumit keduanya pun siap sedia membawa hubungan mereka ke mahligai pernikahan.

Semoga ada pelajaran yang bisa diambil dari kedua kisah ini.




0 comments:

Post a Comment