Tuesday, February 7, 2012

Kisah Ayah, Anak dan Burung Gagak

Filled under:


Murtakibudz Dzunub - Pada  suatu  petang  seorang  tua  bersama  anak  mudanya  yang  baru  menamatkan pendidikan  tinggi  duduk  berbincang-bincang  di  halaman  sambil memperhatikan  suasana  di  sekitar mereka.

Tiba-tiba  seekor  burung  gagak  hinggap  di  ranting  pokok  berhampiran.  Si  ayah  lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya,

“Nak, apakah benda itu?”
“Burung gagak”, jawab si anak.

Si  ayah  mengangguk-angguk,  namun  sejurus  kemudian  sekali  lagi  mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat,

“Itu burung gagak, Ayah!”

Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama. Si  anak  merasa  agak  keliru  dan  sedikit  bingung  dengan  pertanyaan  yang  sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat, 

“BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika.

Namun  tidak  lama  kemudian  sekali  lagi  sang  ayah  mengajukan  pertanyaan  yang serupa  hingga membuat  si  anak  hilang  kesabaran  dan menjawab  dengan  nada  yang  kesal kepada si ayah,

“Itu  gagak,  Ayah.”  Tetapi  agak  mengejutkan  si  anak,  karena  si  ayah  sekali  lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.

“Ayah!!! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal  tersebut  dan  saya  sudah  juga memberikan  jawabannya. Apa  lagi  yang Ayah mau  saya katakan???? Itu burung gagak, burung gagak, Ayah…..”, kata si anak dengan nada yang begitu marah. Si  ayah  lalu  bangun  menuju  ke  dalam  rumah  meninggalkan  si  anak  yang kebingungan.

Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama.

“Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini,” pinta si Ayah. Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.

“Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor  gagak  hinggap  di  pohon  berhampiran.  Anakku  terus menunjuk  ke  arah  gagak  dan bertanya, 

“Ayah, apa itu?”
Dan aku menjawab,
“Burung gagak.”

Walau  bagaimana  pun,  anakku  terus  bertanya  soal  yang  serupa  dan  setiap  kali  aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya.

“Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.” Setelah  selesai membaca paragraf  tersebut  si  anak mengangkat muka memandang wajah  si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara,

“Hari  ini Ayah  baru  bertanya  kepadamu  soal  yang  sama  sebanyak  5  kali,  dan  kau telah hilang kesabaran serta marah.”

Lalu  si  anak  seketika  itu  juga  menangis  dan  bersimpuh  di  kedua  kaki  ayahnya memohon ampun atas apa yg telah ia perbuat.

Author : PercikanIman.org

0 comments:

Post a Comment