Sunday, March 11, 2012

Aku Menikahinya Karena-Mu

Murtakibudz Dzunub - Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya saat itu aku menjadi  makhluk  yang  paling  berbahagia.  Tapi  yang  aku  rasakan  justru  rasa  haru  biru. Betapa  tidak. Di  hari  bersejarah  ini  tak  ada  satu  pun  sanak  saudara  yang menemaniku  ke tempat  mempelai  wanita.  Apalagi  ibu.  Beliau  yang  paling  keras  menentang perkawinanku.Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari,

“Jadi juga kau nikah sama buntelan karung hitam’ itu ….?!?” Duh……, hatiku sempat kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon istriku disebut ‘buntelan karung hitam’.

“Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam, gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !!” sambung ibu lagi.

“Cukup  Bu!  Cukup!  Tak  usah  ibu  menghina  sekasar  itu.  Dia  kan  ciptaan  Allah. Bagaimana  jika pencipta-Nya marah  sama  ibu…?” Kali  ini aku  terpaksa menimpali ucapan
ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung mendengar ucapanku.

“Oh….  rupanya  kau  lebih memillih  perempuan  itu  ketimbang  keluargamu.  baiklah Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan itu ke rumah ini !!”  
 
DEGG !!!!

“Yanto….  jangan  bengong  terus.  Sebentar  lagi  penghulu  tiba,”  teguran  Ismail membuyarkan lamunanku. Segera kuucapkan istighfar dalam hati.

“Alhamdulillah penghulu sudah  tiba. Bersiaplah …akhi,” sekali  lagi  Ismail memberi
semangat padaku.

“Aku  terima  nikahnya,  kawinnya  Shalihah  binti  Mahmud  almarhum  dengan  mas kawin  seperangkat  alat  sholat  tunai  !”  Alhamdulillah  lancar  juga  aku  mengucapkan  aqad nikah.

“Ya  Allah  hari  ini  telah  Engkau  izinkan  aku  untuk  meraih  setengah  dien. Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain.”

Di kamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama.Memandangi istriku yang  tengah  tertunduk  larut dalam dan diam. Setelah  sekian  lama kami  saling diam, akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati kuberanikan diri untuk menyapanya.

“Assalamu’alaikum ….  permintaan  hafalan  Qur’annya  mau  di  cek  kapan  De’…?” tanyaku  sambil  memandangi  wajahnya  yang  sejak  tadi  disembunyikan  dalam  tunduknya.

Sebelum menikah,  istriku memang pernah meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar aku membacakan hafalan Qur’an  tiap malam satu  juz. Dan permintaan  itu  telah aku setujui. “Nanti  saja  dalam  qiyamullail,”  jawab  istriku,  masih  dalam  tunduknya. 
 
Wajahnya  yang berbalut  kerudung  putih,  ia  sembunyikan  dalam-dalam.  Saat  kuangkat  dagunya,  ia  seperti ingin  menolak.  Namun  ketika  aku  beri  isyarat  bahwa  aku  suaminya  dan  berhak  untuk melakukan itu , ia menyerah. Kini  aku  tertegun  lama.  Benar  kata  ibu  ..bahwa  wajah  istriku  ‘tidak  menarik’.  
 
Sekelebat pikiran itu muncul ….dan segera aku mengusirnya. Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.

“Bang,  sudah  saya  katakan  sejak  awal  ta’aruf,  bahwa  fisik  saya  seperti  ini.  KalauAbang  kecewa,  saya  siap  dan  ikhlas. Namun  bila Abang  tidak menyesal  beristrikan  saya, mudah-mudahan  Allah  memberikan  keberkahan  yang  banyak  untuk  Abang.  Seperti keberkahan  yang  Allah  limpahkan  kepada  Ayahnya  Imam  malik  yang  ikhlas  menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya. Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah yang  dibacakan  ibunya  Imam  Malik  pada  suaminya  pada  malam  pertama  pernikahan
mereka,” …

Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang banyak.”(QS An-Nisa:19)

Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata itu lekat-lekat. Aku  teringat kisah suami yang  rela menikahi seorang wanita yang memiliki cacat  itu. Dari  rahim wanita  itulah  lahir  Imam Malik, ulama besar ummat  Islam yang namanya abadi dalam sejarah.

“Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan kasih sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas.”

Pelan  kudekati  istriku.  Lalu  dengan  bergetar,  kurengkuh  tubuhya  dalam  dekapku. Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih menyisakan segumpal ragu.

“Jangan memaksakan  diri  untuk  ikhlas menerima  saya, Bang. Sungguh…  saya  siap menerima keputusan apapun yang terburuk,” ucapnya lagi.

“Tidak…De’.  Sungguh  sejak  awal  niat  Abang  menikahimu  karena  Allah.  Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika seluruh keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi,” paparku sambil menggenggam erat tangannya.

Malam  telah  naik  ke  puncaknya  pelan-pelan.  Dalam  lengangnya  bait-bait  do’a kubentangkan pada Nya.

“Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan cinta buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini akan kubuktikan bahwa cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu. Karena itu, pertemukanlah aku dengan-Mu dalam Jannah-Mu !”

Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap raut wajah istriku  denan  segenap  hati  yang  ikhlas.  Ah,  ..  sekarang  aku  benar-benar  mencintainya. Kenapa  tidak?  Bukankah  ia  wanita  sholihah  sejati.  Ia  senantiasa  menegakkan  malam-malamnya dengan munajat panjang pada-Nya. Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shoum sunnah Rasul Nya.

“…dan  diantara  manusia  ada  orang-orang  yang  menyembah  tandingan-tandingan  selain  Allah. Mereka mencintainya  sebagaimana mereka mencintai  Allah. Adapun  orang-orang  yang  beriman  amat  sangat  cintanya  pada  Allah  …”  (QS.  al-Baqarah:165)
=========================================
Ya Allah  sesungguhnya aku  ini  lemah  , maka kuatkanlah aku dan aku  ini hina maka muliakanlah aku dan aku fakir maka kayakanlah aku wahai Dzat yang maha Pengasih.

Sumber : cerpenislami


0 comments:

Post a Comment