Murtajibudz Dzunub - "dimana bisa ku temukan bahagia?" Sebelum hati kita menjawab, coba tanyakan kebahagiaan seperti apa yang dimaksud?
Apakah yang seperti ini?
"asal gue seneng, gak stres, bisa ketawa, kagak pernah sedih..." "semua yang gue butuhin selalu ada... dll yang penting kagak nangis. seperti itulah cara gue bahagia.
(Waow... orang pengen bahagia kok rakus amat ya hehe..)
Umpama seperti itu kriteria kebahagiaan, seketika itu juga kita bukanlah orang yang bahagia. Pikiran kita dibombardir dengan keinginan yang tamak.
Coba kita tela'ah satu persatu dari ungkapan diatas. Pertama "asal gue seneng" pada kalimat ini menuntut semua cara demi mendapat kesenangan.
Oke, katakanlah semasa hidup dia bisa nurutin semua kesenangannya. Apakah bisa langsung dikatakan "dialah orang yang bahagia, karena semua kesenangannya terturuti?".
Secara logika, merupakan sesuatu hal yang sangat mustahil terjadi karena itu sangat bertentangan dengan apa yang namanya takdir. Sebagai contoh, kita sangat mencintai salah satu mahluk Allah dan mahu tidak mahu perpisahan itu pasti akan terjadi karena maut tidak bisa dicegah.
Nah, kalau kita tidak bisa menerima takdir ini sudah tentu bisa dikatakan "kita bukanlah orang yang bahagia" karena muhal (perkara yang tidak mungkin) kalau keinginan kita supaya orang yang sudah meninggal bisa dihidupkan kembali.
Sedang pada poin yang kedua "bisa ketawa, kagak pernah sedih". Apakah ada orang hidup didunia ini ada yang seperti itu? pasti tidak ada kan? karena keduanya seperti halnya hukum alam yang akan datang silih berganti. Kita bisa merasakan asyiknya tertawa karena sudah merasakan pahitnya kesedihan yang selalu diahiasi dengan muka muram.
Sebagaimana yang sudah dituturkan Amirul mukmini Sayyidina Ali Karromallohu wajhahu:
Disini kita bisa mengambil sebuah pelajaran, artinya apapun yang kita dapatkan dan apa yang telah Allah berikan kepada manusia, semua kembali kehatinya bagaimana ia mensyukurinya juga memanfaatkannya. Rasa syukur dan qona'ah adalah merupakan kekayaan yang tidak bisa dibeli dengan materi. Atas nikmat, hati yang senantiasa bersyukur tidak akan membandingkan kepada yang lebih atas. Diatas rasa itulah poin dari "kebahagiaan" bisa ditemukan.
Bila kita kembali mengingat sebuah kisah dari Nabi Ayub a.s, itulah salah satu suritauladan diasaat manusia menghadapi musibah dunia yang datang secara bertubi-tubi, dengan keajaiban rasa syukur beliau tidak pernah mengeluh apalagi merasa kan kehilangan dari dicabutnya beberapa nikmat dunia yang pernah diterimanya. Sebagai seorang Nabi yang doanya di ijabah, beliau merasa malu meminta kepada Allah supaya segera mengahiri ujiannya.
Jadi initinya, kebahagiaan bukanlah berada di tambang berlian yang karenanya kita bisa membeli dunia. Kebahagiaan tidaklah terletak jauh di hati seseorang disana. Kebahagiaan bukanlah seperti apa yang selama ini kita larutkan dalam angan-angan.
Tapi kebahagiaan adalah saat ini diatas segala rasa penerimaan dan rasa syukur, yang berada didalam bongkahan hati yang kecil ini.
Jangan tunda untuk mendapatkan rasa bahagia, kalau bukan sekarang kapan lagi?