Aku terus menatapnya meski kelopak mata sudah mulai membengkak. Melihatnya terus berjalan dengan senyuman yang sedikit ia paksakan. Mungkin hanya dua butir air mata yang aku teteskan melihatnya pergi untuk menjalani takdir Tuhan, namun ada do'a dalam tiap jejak tapak yang tak nampak, ada keharuan yang teramat dahsyat tersembunyi dalam hatiku yang pekat.
Serunai senja kehilangan dan kedukaan ini mungkin akan selalu ada, namun aku yakin keduanya akan sirna andai saja aku mengetahui ia bahagia disana.
Temui aku di waktu senja, karena waktu itu ku jadikan sebagai pengingat kepergianmu.
Temui aku di waktu senja, karena waktu itu ku jadikan masa bernostalgia dengan senyuman terakhirmu, yang sedikit kau paksakan kala itu.
Temui aku di waktu senja, kabarkan bahwa kau baik-baik saja.
(zhr)