Murtakibudz Dzunub - Sejak peradaban ahlak manusia ditata oleh syari’at Rasulullah, saat ini bisa dibilang kita hidup dizaman terburuk setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam”. Hidup dizaman akhir yang dimanjakan dengan kemolekan duniawi yang kian mempesona, kemaksiatan semakin mudah di akses hingga yang menjadi korban pertama adalah mereka generasi kita yang baru mencicipi usia aqil-baligh (remaja).
Rasa keingin tahuan yang tidak terbendung dan mencoba akan hal-hal yang baru, menjadi pintu masuk kerusakan akhlaq. Ironis memang, di usia yang seharusnya begitu brilian untuk diterapkan tentang keutamaan ahlak dan juga falsafah hidup, banyak yang tergadai oleh arus pergaulan yang kemungkinan mereka sendiri kurang memahami dampak dari pergaulan yang sudah keluar dari koridor yang islami. Hingga tak jarang kita menjumpai berbagai kasus tentang kenakalan remaja, mulai mengenal dunia alcohol, Sex pra-nikah dan lain sebagainya.
Kalau kita mau sedikit menganalisa, dimana letak kesalahan pendidikan mereka? Secara pengajaran formal mungkin tidak ada yang salah dalam hal ini, karena secara teori asupan ilmu yang mereka dapat tidaklah sedikit. Tapi satu hal yang sering terabaikan yakni pendidikan emosional secara individual. Karena pembentukan karakter akan terpatri kuat oleh metode ini.
Sebagai gambaran ringan, penulis pernah men-survei beberapa remaja yang masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyyah ternyata sebagian besar dari mereka tidak memahami untuk apa sebenarnya ilmu yang sedang mereka pelajari. Kemudian menjadi tugas siapa untuk menerapkan metode pendidikan emosional secara individual? Jawabannya adalah kita (siapa saja) yang merasa terpanggil melihat keprihatinan moral.
Mengenali beberapa pola pikir remaja
- Ingin diakui dan suka mencari perhatian Hal ini karena mereka mulai memasuki masa-masa pubertas, dimana mereka selalu ingin terkesan menonjol dilingkungannya.
- Suka berargumentasi Hingga ada seorang psikolog yang mengatakan “remaja adalah usia yang susah untuk diajak berkomunikasi.”
- Belum bisa membuat keputusan ketika mereka dihadapkan pada satu konflik dengan sebayanya, mereka cenderung bingung untuk mengambil keputusan. Hingga larinya kepada seseorang yang paling dekat dengannya.
- Mulai berfikir idealisme Hal ini sering menjadi kekuatan mereka untuk menentang sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan, karena jiwanya masih labil. Kebanyakan remaja berfikir, apa yang orang lain pikir sama dengan apa yang dipikirkannya. Dari pola pikir ini akan membawa mereka pada pemikiran untuk memaksakan kehendak.
Setelah kita mengetahui beberapa pola pikir yang ada pada remaja, mari kita kondisikan dengan kenyataan yang ada. Bahwa sebenarnya mereka membutuhkan pendekatan secara komunikasi yang variatif, seperti mengajak bicara dari hati ke hati, mendengar keluhannya, dan membaca bahasa tubuh yang tidak mampu mereka katakana secara langsung keada kita. Kita bisa memberinya dorongan bahwa semua karakteristik yang dimiliki mereka merupakan hal yang istimewa. Sehingga kita yang berada disekitar mereka benar-benar bisa mengarahkan cara berfikir mereka sesuai ahlakul karimah yang sudah diajarkan Rasulullah.
Bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi pada generasi muslim kita kalau pola pikir mereka tidak pernah tersentuh dan mendapatkan pengarahan. Yang ada mereka akan larut dalam dunia imajinasi era globalisasi zaman yang kian memprihatinkan. [tanbihun.com ]