Murtakibudz Dzunub - Ikhwan itu tertunduk lesu setelah membaca secarik kertas yang terbungkus rapi dalam amplop putih. Batinnya bergolak hebat tidak percaya dengan apa yang barusan ia baca. Mungkin sakit, pedih, perih, bak di sayat sembilu beracun yang sedang ia rasakan.
Kenangan indah yang beterbangan di alam pikiran, semakin menghancurkan cita dan harapan. Namun ia tidak ingin menyalahkan keadaan dan asbab dari prahara hatinya.
"inilah takdir Allah.." begitu dalam bisik hatinya, sembari memejamkan mata.
Dulu aku mencintaimu karena hatiku memang menginginkan itu
Dulu aku menyayangimu karena aku menganggap kaulah yang dipilihkan Allah untukku
Sungguh tak tersirat dalam benakku untuk menyalahkanmu yang memilih meninggalkanku
Sungguh tak pernah terlintas dihatiku bahwa kau telah mendzalimiku
Karena aku sadar kala hatiku mencintaimu, Allah yang menggerakkan perasaan itu
Begitu juga saat kau meninggalkanku, karena Allah juga menginginkan hal itu
Namun yang harus kau tahu
Tak ada pecinta yang meninggalkan bekas dendam dihati
Tak ada pecinta yang menjadi budak oleh ego nafsu sendiri
Aku bukan patah hati karena kau mencampakkan ku
Aku bukan patah hati karena tidak bisa memilikimu
Tapi aku patah hati sebab aku cemburu melihatmu
Karena kau telah berhasil menempatkan cintamu sepenuhnya untuk Tuhanmu
Sedangkan aku sendiri belum mampu
Hatiku pilu, karena belum bisa sepertimu
Hatiku sakit, dengan cintaku yang berhasil membodohiku
"aku meninggalkanmu karena aku sayang padamu, kalau kau memang takdirku... aku akan setia menunggumu tanpa batasan waktu. Ijinkan saat ini aku meninggalkanmu, supaya aku tidak menduakan cintaku kepada Tuhanku karena besarnya cintaku padamu... (maaf)"
Itulah baris terahir dari suratmu yang menghantam hebat hati dan keimananku.
0 comments:
Post a Comment