Murtakibudz Dzunub - Dahulu, seorang pengusaha yang cukup berhasil. Ketika suaminya sakit, satu persatu pabrik mereka jual. Harta mereka terkuras untuk berbagai biaya pengobatan. Hingga mereka harus pindah kepinggiran kota dan membuka rumah makan sederhana.
Sang suami pun telah tiada. Beberapa tahun kemudian, rumah makani tu pun harus berganti rupa menjadi warung makan yang lebih kecil di sebelah pasar. Setelah lama tak mendengar kabarnya, kini setiap malam tampak sang isteri di bantu oleh anak dan menantunya menggelar tikar berjualan lesehan di alun-alun kota. Orang-orang pun masih mengenal masalalunya yang berkelimpahan. Namun, ia tak kehilangan senyumnya yang tegar saat meladeni para pembeli.
"Wahai Ibu, bagaimana kau bisa sedemikian kuat?"
Sang suami pun telah tiada. Beberapa tahun kemudian, rumah makani tu pun harus berganti rupa menjadi warung makan yang lebih kecil di sebelah pasar. Setelah lama tak mendengar kabarnya, kini setiap malam tampak sang isteri di bantu oleh anak dan menantunya menggelar tikar berjualan lesehan di alun-alun kota. Orang-orang pun masih mengenal masalalunya yang berkelimpahan. Namun, ia tak kehilangan senyumnya yang tegar saat meladeni para pembeli.
"Wahai Ibu, bagaimana kau bisa sedemikian kuat?"
"Harapan Nak! jangan kehilangan harapan. Bukankah seorang guru dunia pernah berujar, karena harapanlah seorang Ibu menyusui anaknya.Karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu kita tak akan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun-tahun kemudian.Sekali kau kehilangan harapan, kau kehilangan seluruh kekuatanmuuntuk menghadapi dunia".
0 comments:
Post a Comment